PERTEMUAN 5 - PAJAK

NUR ULFAH
1445121163
MP 2012 A
PERTEMUAN 5
PAJAK

Assalamualaikum Wr. Wb.
Selasa, 06 Oktober 2014 merupakan pertemuan kelima mata kuliah Manajemen Keuangan. Pada pertemuan kelima membahas tentang Pajak. Pada pertemuan kelima Manajemen Keuangan masih menerapkan system belajar seperti Manajemen Diklat hari senin 05 Oktober 2014, Masing-masing kelompok melakukan presentasi dengan pihak yang menjadi penyaji yaitu orang yang membahas materi 3 tentang pajak. Berikut ini penjelasan mengenai pajak, yaitu :
A.   Pengertian Pajak
Ada beberapa pengertian pajak. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, pajak adalah peralihan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin. Surplusnya digunakan untuk investasi pada barang-barang public. Misalnya jalan raya dan jembatan.
2. Menurut Prof. S. I Djayadiningrat, pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada Negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberi kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagi hukum, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada balas jasa dari Negara.
3. Menurut Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang nomor 9 tahun 1994 dan dengan Undang-Undang nomor 16 tahun 2000 dan terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.      

     B.   Macam-macam Pajak
       Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak-Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1.    Pajak penghasilan (PPh)
Subjek pajak penghasilan : 1) Orang pribadi , 2) Warisan yang belum dibagi, 3) Badan, dan 4) Bentuk usaha tetap, yaitu subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Selain itu, objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima oleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
      PPh diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008.
Tarif Pajak Penghasilan
Tarif pajak penghasilan wajib pajak pribadi adalah sebagai berikut
Lapisan penghasilan kena pajak                                  Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000                                           5%
Diatas Rp50.000.000- Rp250.000.000                              15%
Rp250.000.000-Rp500.000.000                                         25%
Diatas Rp500.000.000                                                        30%
Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk usaha tetap adalah sebesar 25%.

2.    Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (daerah pabean), baik konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) maupun konsumsi Jasa Kena Pajak (JKP). Oleh karena itu, barang yang tidak dikonsumsi di dalam daerah pabean atau barang yang diekspor dikenakan pajak dengan tarif 0% dan sebaliknya untuk impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri.
 PPN hanya akan dikenakan atas pertambahan nilai dari suatu barang atau jasa dan dikenakan di setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi. Pertambahan nilai itu sendiri muncul karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam rangka menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan. dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba, termasuk bunga modal, sewa, tanah, upah kerja, dan laba perusahaan merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar dalam pengenaan PPN.
PPN terdapat dalam Dasar hukum adalah UU No.8 tahun1983, diubah dengan UU No. 10 tahun 1994, UU No. 18 tahun 2000, terakhir UU No.42 tahun 2009.
Jadi dapat disimpulkan bahwa objek pajak pertambahan nilai (PPN) dikenakan atas: 1) Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha, 2) Impor barang kena pajak, 3) Penyerahan jasa kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha, 4) Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan didalam daerah pabean, 5) Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean dan didalam daerah pabean, 6) Ekspor barang kena pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak, 7)  Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak, 8) Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

3.    Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
      Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan pungutan pajak tambahan, selain PPN atas konsumsi barang. Berbeda dengan PPN yang dipungut pada setiap rantai produksi dan distribusi, PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu pada tingkat pabrikan, tepatnya pada saat penyerahan Barang Kena Pajak Tergolong Mewah (BKPTM) atau saat impor BKPTM olch pabrilcan. Karena hanya dipungut satu kali pada tingkat pabrikan maka dalam PPnBM tidak dikenal adanya kredit pajak masukan.
Dasar penimbangan dikenakan PPnBM, antara lain:
1.    Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dcngan konsumen berpenghasilan tinggi. Hal tersebut untuk mewujudkan salah satu fungsi pajak, yaitu fungsi mengatur (regulair) dengan tujuan untuk menyeimbangkan tingkat sosial dan ekonomi masyarakat dongan harapan ketimpangan dalam masyarakat dapat ditekan serendah mungkin.
2.    Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BPKTM
3.    Untuk melindungi produsen kecil.
PPnBM dihitung berdasarkan tarif PPnBM dikalikan dengan dasar pengenaan pajaknya. Tarif untuk PPnBM bervariasi, mulai dari 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, sampai 75 %, tergantung jenis BKPTM sebagaimana diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan. Atas ekspor BKPTM, akan dikenakan pajak dengan tarif 0%. Obyek pajak PPnBM, antara lain:
1.    Penyerahan BKPTM yang dilakukan olch pengusaha yang menghasilkan BKPTM di daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.    Impor BKPTM.

4.    Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

5.    Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun kabupaten/kota.
            Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan perkotaan menjadi  Pajak Daerah sepanjang Peraturan Daerah tentang PBB yang terkait dengan Perdesaan dan Perkotaan telah diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu dari 1 Januari 2010 sampai Paling lambat 31 Desember 2013 Peraturan Daerah belum diterbitkan, maka PBB Perdesaan dan Perkotaan tersebut masih tetap dipungut oleh Pemerintah Pusat. Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan Perkotaan merupakan pajak daerah. Untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat. Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor
d. Pajak Air Permukaan
e. Pajak Rokok

2.   Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i.  Pajak sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan
k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

           C.   UU Pajak
                Peraturan Perpajakan
Mulai bulan januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk wajib pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah ptkp-nya sebesar rp 24.300.000,00 atau setara dengan rp.2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tata cara penghitungan pph pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam peraturan direktur jenderal pajak nomor per-31/pj/2012 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan/atau pajak penghasilan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.
Berikut adalah Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru :
1.    Untuk Diri Wajib Pajak Orang Peribadi = Rp. 24.300.000,-
2.    Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin = Rp. 2.025.000,-
3.    Tambahan untuk penghasilan istri yang digabung dengan penghasilan suami = Rp. 24.300.000,-
4.    Tambahan untuk anggota keluarga (max. 3 orang) = @ Rp. 2.025.000,- 
Atau, Jumlah PTKP terbaru berdasarkan Status Perkawinan adalah sebagai 
berikut :
·         TK/0 = Rp. 24.300.000,-
·         K/0 = Rp. 26.325.000,
·         K/1 = Rp. 28.350.000,-
·         K/2 = Rp. 30.375.000,-
·         K/3 = Rp. 32.400.000,-
Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
   Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun.  Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.
 Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang rutin dilakukan setiap bulan dan Penghitungan kembali yang dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak dimana pegawai berhenti bekerja).

Contoh soal :
Nur ulfah bekerja di PT. Surya Citra Komunika sebagai General Manager. Memperoleh gaji Rp.12.000.000/bulan. Nur Ulfah berstatus belum menikah. PT. Surya Citra Komunika mengikuti program jamsostek, premi kecelakaan dan premi K3 dengan membayar masing-masing sebesar 1% dari gaji pokok dan jaminan kematian sebesar Rp. 200.000,-. Selain itu, PT. Surya Citra Komunika memberikan tunjangan transportasi sebesar Rp. 800.000, tunjangan makan Rp. 1.500.000, dan PT.Surya Citra Komunika mengikuti program pensiun bagi para karyawannya dengan memberikan sebesar 2,5% dari gaji pokok. Hitunglah PPh pasal 21 bulan Oktober 2014, yaitu :
Diketahui :
Gaji pokok (GP)                : 12.000.000/bulan
Tunjangan transportasi     : 800.000,-
Tunjangan manakan         : 1.500.000
Premi kecelakaan             : 1%
Premi K3                           : 1%
Jaminan kematian            : 200.000,-
Pensiun                            : 2,5%

Jawab :
Gaji Pokok
12.000.000
Tunjangan Transportasi
      800.000
Tunjangan Makan
   1.500.000  +
Penghasilan bruto
 14.300.000

Pensiun         : 2,5% X 12.000.000 = 300.000
Kecelakaaan : 1% X 12.000.000    = 120.000
K3                 : 1% X 12.000.000    = 120.000
Kematian      :                                    200.000           
Jumlah                                                                        740.000   -
Penghasilan netto sebulan                                    13.560.000   
Penghasilan netto setahun                                    13.560.000 x 12 bulan
                                                                          = 162.720.000

PTKP
Wajib Pajak Pribadi (WP) : 24. 300.000                 24. 300.000  -
PKP                                                                       138.420.000


PPh Pasal 21
5% X 50.000.000      =   2.500.000
15% X 88.420.000    = 13.263.000    +
                                    15.763.000/12        = 1.313.583,33 dibulatkan 1.313.583

0 komentar:



Posting Komentar